KONDISI PEMULIHAN EKONOMI DARI KRISIS DIINDONESIA
Oleh :
Ahmad
widodo 20211458
Panca
Ragil 25211489
Vera
Christina 27211256
Yuni
Komarul Wardani 27211662
KALIMALANG MARET 2012
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ KONDISI PEMULIHAN KRISIS EKONOMI DIINDONESIA”
Makalah ini berisikan tentang informasi krisis
ekonomi diindonesia dan cara pemulihannya seperti apa pada saat kejadian krisis
tersebut yang terjadi diindonesia.serta penjelasan kenapa krisis bisa terjadi
diindonesia dan dampaknya.
kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
I.I
Latar belakang
Krisis ekonomi diindonesia dari zaman
dahulu hingga sekarang sudah sering terjadi apalagi pada tahun 1997 indonesia
pernah mengalami krisis moneter selama lebih dari 2 tahun diubahlah menjadi
krisis ekonomi yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak
perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur.oleh
karena itu perlu adanya tindakan-tindakan nyata dari pemerintah untuk
memperbaiki ini semua sehingga Indonesia bisa menjadi lebih baik dan tingkat
pengangguran diindonesia berkurang sepenuhnya.
Krisis ekonomi yang berkembang menjadi krisis di berbagai bidang telah
memberikan kesadaran baru akan adanya persoalan di bidang ekonomi, politik, hukum serta agama
dan sosial budaya yang bersifat struktural dan terus berkembang di kalangan
masyarakat. Persoalan ketidakadilan
terus dipertanyakan dan dituntut oleh masyarakat untuk segera
diperbaiki. Masyarakat menuntut reformasi di segala bidang secara mendasar,
termasuk pemulihan ekonomi secepatnya. Langkah-langkah untuk menanggulangi
krisis secepatnya dan melaksanakan reformasi tersebut selanjutnya telah
diamanatkan rakyat Indonesia melalui Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan
Rakyat bulan Nopember 1998. Namun demikian upaya pemulihan ekonomi berjalan lambat
karena situasi sosial, politik, dan keamanaan yang kurang kondusif.
I.II Rumusan Masalah
1. Pengaruh apa saja yang terjadi pada saat krisis ekonomi diindonesia
2. Bagaimana cara pemerintah dalam menghadapi krisis ekonomi
diindonesia
3. Bagaimana memperbaiki perekonamian indonesia dari krisis ekonomi
yang terjadi
I.III Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa saja yang telah pemerintah lakukan dalam masalah
krisis ekonomi diindonesia
2. Mengetahui bidang apa saja yang terpengaruh dari krisis ekonomi ini
3. Mengatahui bagaimana dunia global dalam menghadapi masalah krisis
ekonomi.
I.IV Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan makalah ini diharapkan memberikan manfaat kepada
semua pihak, khususnya kepada teman-teman semua untuk menambah pengetahuan dan
wawasan dalam masalah krisis ekonomi yang terjadi diindonesia serta kondisi
saat pemulihan dari masalah tersebut. Manfaat lain dari penulisan makalah ini
adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan acuan
didalam menghadapi masalah krisis ekonomi apabila terjadi lagi dinegara
indonesia ataupun negara lain.
BAB II
PEMBAHASAN
Pemerintahan Orde Baru, yang pada awalnya bertujuan untuk
melakukan koreksi terhadap pemerintahan sebelumnya yang otoriter dan sentralistis,
ternyata mengulangi hal yang sama pula, keadaan itu di perparah lagi oleh
maraknya KKN dan disalahgunakan ABRI sebagai alat politik untuk mengukuhkan
kekuasaan.
Pada
waktu krisis ekonomi melanda negara-negara Asia khususnya Asia Tenggara, yang paling menderita
adalah Indonesia .
Sistem ekonomi yang di bangun oleh pemerintah Orde Baru tidak berhasil
sepenuhnya untuk mewujudkan kesejahteraan sosial rakyat. Akibatnya, terjadi
kesulitan ekonomi, kesenjangan sosial dan meluasnya krisis kepercayaan. Pada
gilirannya ketidak-puasaan masyarakat memuncak berupa tuntutan reformasi total.
Gerakan
reformasi pada hakekatnya merupakan tuntutan untuk melaksanakan demokratisasi
de segala bidang menegakkan hukum dan peradilan, menegakkan HAM, memberantas
KKN, melaksanakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah serta menata kembali dan kedudukan ABRI.
Usaha
untuk mewujudkan gerakan reformasi secara konsekuen dan untuk mengakhiri
berbagai konflik yang terjadi, jelas memerlukan kesadaran dan komitmen seluruh
warga masyarakat untuk memantapkan persatuan dan kesatuan nasional. Persatuan
dan kesatuan nasional hanya dapat dicapai apabila setiap warga masyarakat mampu
hidup dalam kemajemukan dan mengelolanya dengan baik.
Peralihan
dari pemerintahan lama (Rezim Orde Baru) ke pemerintahan baru (Rezim Orde Reformasi) telah membuka "pintu" kesempatan untuk menempatkan
perekonomian indonesia
pada proses pemulihan.
Keberhasilan dan kegagalan dua pemerintahan yang terdahulu (Rezim Orde lama & Rezim Orde baru) dalam suasana politik pemerintah yang
baru di indonesia
telah memberikan pelajaran berharga.
Perilaku
ekonomi yang berlangsung dengan praktek KKN serta berpihak pada sekelompok
pengusaha besar, telah menyebabkan krisis ekonomi yang berkepanjangan, utang
besar yang harus di pikul oleh negara, penganguran dan kemiskinan yang semakin
meningkat, serta kesenjangan sosial ekonomi yang semakin melebar.
Upaya
mengatasi krisis ekonomi beserta dampak yang ditimbulkannya telah dilakukan
melalui proses reformasi di bidang ekonomi, akan tetapi hasilnya belum memadai
karena, ada beberapa indikator antara lain :
1.
Penyelenggaraan negara di bidang ekonomi selama ini
dilakukan atas dasar kekuasaan yang terpusat dengan adanya intervensi
pemerintah yang terlalu besar. Sehingga kedaulatan ekonomi tidak berada di
tangan rakyat dan mekanisme pasar tidak berfungsi secara efektif.
2.
Kesenjangan ekonomi yang meliputi kesenjangan antara
pusat dan daerah, antar-daerah, antar-pelaku dan antar-golongan pendapatan,
telah meluas keseluruh aspek kehidupan sehingga struktur ekonomi tidak kuat
yang ditandai dengan berkembangnya monopoli serta pemusatan ekonomi di tangan
sekelompok kecil masyarakat dan daerah tertentu. Penganguran makin meningkat
dan meluas, hak dan perlindungan tenaga kerja belum terwujud, jumlah penduduk
miskin semakin bertambah, dan derajat kesehatan masyarakat menurun drastis.
Gejala itu bahkan menguat dengan terdapatnya indikasi kasus-kasus kurang gizi
di kalangan komunitas penduduk usia balita, yang dapat mengakibatkan timbulnya generasi
yang kualitas fisik dan IQ-nya rendah.
Menurut Hubert Neiss (Chaiman Asia, Deutsche Bank AG. tempo
26 Agustus 2001) mengklarifikasikan
ada dua hal mendasar yang harus dikerjakan oleh pemerintahan Rezim Orde
Reformasi yaitu; Pertama: Pemulihan yang berkelanjutan akan dikendalikan
oleh sektor swasta, secara khusus yaitu pembukaan peran serta investasi swasta
baik dari investor rambut hitam (Indonesia)maupun
investor rambut pirang (Asing) merupakan sarana pencapaian tujuan
agar kondisi yang diperlukan bagi pemulihan ekonomi dapat berhasil. Hal ini
mengakibatkan mengalirnya kembali sumber-sumber dana baru yang sempat di tarik
ke luar negeri selama krisis dan juga masuknya sumber-sumber dana baru. Kedua :
perjanjian/kontrak hukum yang efektif bagi sektor swasta ialah pemulihan rasa
kepercayaan kepada pemerintahan untuk mentaati aturan hukum, menegakkan prinsip
kepastian hukum.
Oleh
karena itu, tantangan bagi pemerintahan baru ialah memberikan rasa kenyakinan,
kepercayaan bahwa unsur-unsur yang mendukung pemulihan rasa kepercayaan itu
telah tersedia, beberapa di antara unsur tersebut adalah :
1.
Biaya Stabilitas Politik taraf minimun. Situasi politik
yang mudah berubah telah menggangu rasa kepercayaan pelaku pasar, seperti yang
kelihatan pada nilai rupiah. Selain itu, ruang lingkup kebijakan ekonomi yang
stabil membutuhkan tingkat relasi kerja yang konstruktif antara lembaga Eksekutif dan Legislatif, serta kerjasama yang
kompak, kredebilitas dan akuntabilitas tim ekonomi indonesia yang konsisten dan dapat
di percaya serta menangani isu desentralisasi secara efektif.
2.
Penerapan kebijakan makro ekonomi yang sehat. Pemulihan
akan terancam jika ekonomi mengalami kemunduran lagi dengan tingginya tingkat
inflasi. Hal ini juga akan membuat kondisi rakyat miskin semakin menderita.
Dalam hal ini, yang paling penting adalah kontrol terhadap pengembangan moneter
dan membuat langkah kemajuan terhadap penggabungan anggaran untuk jangka
menengah. Dalam jangka pendek, ekonomi membutuhkan stimulus defisit anggaran.
Kebijakan makro ekonomi paling efektif ditetapkan dalam kerangka program yang
di dukung IMF, yang di anggap sebagai "tanda yang
baik" oleh
pelaku pasar ataupun pemerintah negara donor. Dengan demikian, tidak boleh ada
waktu yang terbuang untuk menyelesaikan letter of intent.
3.
Percepatan reformasi struktural. Poin ini memang selalu
tertinggal di semua negara yang sedang mengalami krisis, dengan alasannya ialah
sebagian besar reformasi, membuat hilangnya hak-hak komunitas-komunitas
politik yang berpengaruh, yang bisa memobilisasi setiap cara untuk mencegah
atau menunda aksi yang diperlukan. Selain itu, hampir semua reformasi
menyebabkan pengganguran dan bertambahnya masalah sosial untuk "sementara waktu" yang menyebabkan masalah politik bagi
pemerintah hanya dengan dukungan yang kuat dan konsisten dari seorang presiden,
Kemajuan dalam bidang ini dapat terjadi. Reformasi adalah suatu proses dengan
jangka waktu yang lebih panjang dan pemerintah harus menetapkan prioritas
kepada pasar, hal ini yang mendesak dalam agenda reformasi ialah ; Pertama : restrukturisasi utang swasta dan Kedua : penjadwalan kembali utang tertunda
serta privatisasi. Kedua hal ini akan menganti kerugian pemerintah dalam hal
membayar pajak atas tingginya biaya restrukturisasi bank untuk mencegah
runtuhnya sistem finansial. Kedua hal ini setidaknya akan menganti kerugian
pemerintah dalam hal membayar pajak atas tingginya restrukturisasi bank untuk
mencegah runtuhnya sistem finasial.
4.
Usaha-usaha yang berkredibel untuk mencapai perbaikan pemerintah secara menyeluruh dan pemfungsian sistem peradilan.
Standar pengelolaan bisnis telah membaik di seluruh dunia, sementara toleransi
terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi semakin berkurang. Di habitat
politik pemerintahan indonesia
yang baru, para pihak investor tidak dapat lagi mengharapkan koneksi komunitas
politik untuk meminta proteksi hukum, mereka harus mengandalkan
sistem peradilan untuk menjalankan kontrak dan menyelesaikan konflik.
5.
Biaya keamanan dan ketertiban umum tingkat minimum. Hal
ini penting untuk menyakinkan bahwa ekonomi dapat dilakukan tanpa ada ganguan.
Sulit membayangkan ramainya investasi swasta di saat aliran produksi dan
distribusi terancam akibat tidak terjaminnya sektor keamanan. Perihal inilah
yang diperlukan untuk pemulihan kepercayaan para pihak pelaku pasar (swasta)
untuk menyakinkan pemerintah asing dan lembaga finasial internasional. Ini juga
penting karena dukungan finansial yang besar dari dunia internasional pada
periode awal dan pertengahan akan diperlukan termasuk upaya meringankan utang
dengan maksud untuk memberikan waktu bagi pemulihan ekonomi. Begitu ekonomi
tinggal landas, rasa kepercayaan akan tumbuh, pertumbuhan yang cepat akan
menyediakan kesempatan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan,
penghasilan untuk keluar dari kemiskinan dan memperkuat stabilitas politik
nasional serta ketertiban umum. Hal ini secara tidak langsung juga akan
mendukung pondasi prinsip demokrasi. Selain itu, dengan kembali kokohnya
ekonomi nasional indonesia
akan mampu memainkan peranan penting dalan kancah intergrasi ekonomi
negara-negara ASEAN.
Setelah itu diadakannya siding Majelis Permusyawaratan Rakyat pada bulan
oktober tahun 1999, Indonesia
telah memiliki sendi-sendi demokrasi yang lebih baik. Pelaksanaan pemilu yang
baru lalu mencerminkan semakin tegaknya kedaulatan rakyat. Pemerintah memiliki legitimasi politik yang
sangat kuat sehingga stabilitas politik yang sangat penting bagi terlaksananya
pembangunan nasional mulai tercipta. Namun demikian, kerusakan ekonomi yang
ditimbulkan selama ini adalah sedemikian besarnya. Sehingga meski telah
memiliki dukungan situasi politik yang lebih stabil dan langkah-langkah
reformasi selama dua tahun terakhir telah memberikan landasan bagi pemulihan
ekonomi, akan diperlukan waktu yang tidak sedikit untuk dapat memulihkan
tingkat kesehatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pada tingkat sebelum
krisis.
Namun
demikian, sesuai dengan amanat GBHN 1999, pemerintah bertekad untuk
melaksanakan langkah-langkah penting yang akan mempercepat proses pemulihan
ekonomi. Bersamaan dengan itu diupayakan langkah-langkah untuk memberikan
landasan yang lebih kuat bagi pembangunan nasional yang berkelanjutan. Kedua
sasaran ini antara lain bertujuan agar pemulihan ekonomi berlangsung secara
cepat dengan pilar pembangunan yang makin kokoh dan menjadi landasan bagi
pencapaian sasaran-sasaran pembangunan berikutnya.
Dengan
latar belakang permasalahan dan kondisi perekonomian seperti telah diuraikan
sebelumnya, kebijakan yang diambil selama satu tahun terakhir diarahkan untuk
menciptakan iklim yang kondusif untuk pemulihan perekonomian, yaitu menciptakan
keadaan ekonomi makro yang stabil dan kondusif bagi kegiatan usaha,
meningkatkan kondisi perbankan yang sehat yang dapat berperan dalam menyalurkan
dana masyarakat kepada investasi di sektor riil, dan mempercepat
restrukturisasi utang dunia usaha. Langkah-langkah tersebut didukung oleh
berbagai langkah deregulasi di bidang investasi dan perdagangan serta
pemberdayaan UKMK dalam rangka menggerakkan sektor riil. Selain itu, upaya-upaya
untuk menanggulangi kemiskinan dan mengurangi pengangguran lebih ditingkatkan
lagi. Sedangkan dengan dana pembangunan yang terbatas, maka pembangunan
prasarana sangat dibatasi, sebagian besar dana diarahkan pada kegiatan operasi
dan pemeliharaan dalam rangka mengefektifkan pemanfaatan prasarana yang ada.
Selanjutnya, menyadari pentingnya
ketersediaan SDA dan lingkungan hidup yang sehat bagi tercapainya pembangunan
yang berkelanjutan dan berkeadilan, secara bertahap upaya penataan pengelolaan
SDA dan pelestarian lingkungan hidup
lebih ditingkatkan lagi menjadi bagian terpadu dalam pembangunan
nasional.
Adapun penyebab
krisis ekonomi yang terjadi diindonesia pada tahun 1997-1998 adalah :
4 Penyebab Krisis
Ekonomi Indonesia
tahun 1997-1998 :
1. Yang pertama, stok hutang luar negeri swasta yang
sangat besar dan umumnya berjangka pendek, telah menciptakan kondisi bagi
“ketidakstabilan”. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan,
bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri di bidang ekonomi maupun
masyarakat perbankan sendiri menghadapi besarnya serta persyaratan hutang
swasta tersebut.
Pemerintah selama
ini selalu ekstra hati-hati dalam mengelola hutang pemerintah (atau hutang
publik lainnya), dan senantiasa menjaganya dalam batas-batas yang dapat
tertangani (manageable).
Akan tetapi untuk hutang yang dibuat oleh sektor swasta Indonesia , pemerintah sama sekali
tidak memiliki mekanisme pengawasan. Setelah krisis berlangsung, barulah
disadari bahwa hutang swasta tersebut benar -benar menjadi masalah yang serius.
Antara tahun 1992 sampai dengan bulan Juli 1997, 85% dari penambahan hutang
luar negeri Indonesia
berasal dari pinjaman swasta (World Bank, 1998). Hal ini mirip dengan yang
terjadi di negara-negara lain di Asia yang dilanda krisis. Dalam banyak hal,
boleh dikatakan bahwa negara telah menjadi korban dari keberhasilannya sendiri. Mengapa
demikian? Karena kreditur asing tentu bersemangat meminjamkan modalnya kepada
perusahaan-perusahaan (swasta) di negara yang memiliki inflasi rendah, memiliki
surplus anggaran, mempunyai tenaga kerja terdidik dalam jumlah besar, memiliki
sarana dan prasarana yang memadai, dan menjalankan sistem perdagangan terbuka.
Daya tarik dari “dynamic economies’” ini telah menyebabkan net capital inflows atau arus modal masuk (yang meliputi hutang jangka panjang, penanaman modal asing, dan equity purchases) ke wilayah Asia Pasifik meningkat dari US$25 milyar pada tahun 1990 menjadi lebih dari US$110 milyar pada tahun 1996 (Greenspan 1997). Sayangnya, banyaknya modal yang masuk tersebut tidak cukup dimanfaatkan untuk sektor-sektor yang produktif, seperti pertanian atau industri, tetapi justru masuk ke pembiayaan konsumsi, pasar modal, dan khusus bagi Indonesia dan Thailand, ke sektor perumahan (real estate). Di sektor-sektor ini memang terjadi ledakan (boom) karena sebagian dipengaruhi oleh arus modal masuk tadi, tetapi sebaliknya kinerja ekspor yang selama ini menjadi andalan ekonomi
nasional justru mengalami perlambatan, akibat apresiasi nilai tukar yang terjadi, antara lain, karena derasnya arus modal yang masuk itu.
Daya tarik dari “dynamic economies’” ini telah menyebabkan net capital inflows atau arus modal masuk (yang meliputi hutang jangka panjang, penanaman modal asing, dan equity purchases) ke wilayah Asia Pasifik meningkat dari US$25 milyar pada tahun 1990 menjadi lebih dari US$110 milyar pada tahun 1996 (Greenspan 1997). Sayangnya, banyaknya modal yang masuk tersebut tidak cukup dimanfaatkan untuk sektor-sektor yang produktif, seperti pertanian atau industri, tetapi justru masuk ke pembiayaan konsumsi, pasar modal, dan khusus bagi Indonesia dan Thailand, ke sektor perumahan (real estate). Di sektor-sektor ini memang terjadi ledakan (boom) karena sebagian dipengaruhi oleh arus modal masuk tadi, tetapi sebaliknya kinerja ekspor yang selama ini menjadi andalan ekonomi
nasional justru mengalami perlambatan, akibat apresiasi nilai tukar yang terjadi, antara lain, karena derasnya arus modal yang masuk itu.
Selain itu, hutang swasta
tersebut banyak yang tidak dilandasi oleh kelayakan ekonomi, tetapi lebih
mengandalkan koneksi politik, dan seakan didukung oleh persepsi bahwa negara
akan ikut menanggung biaya apabila kelak terjadi kegagalan. Lembaga keuangan membuat pinjaman atas
dasar perhitungan aset yang telah “digelembungkan” yang pada gilirannya
mendorong lagi terjadinya apresiasi lebih lanjut (Kelly and Olds 1999). Ini
adalah akibat dari sistem yang sering disebut sebagai “crony capitalism”. Moral hazard dan penggelembungan aset tersebut,
seperti dijelaskan oleh Krugman (1998), adalah suatu strategi “kalau untung aku
yang ambil, kalau rugi bukan aku yang tanggung (heads I win tails somebody else loses)”.
Di tengah pusaran (virtous circle) yang
semakin hari makin membesar ini, lembaga keuangan meminjam US dollar, tetapi
menyalurkan pinjamannya dalam kurs lokal (Radelet and Sachs 1998). Yang ikut
memperburuk keadaan adalah batas waktu pinjaman (maturity)
hutang swasta tersebut rata-rata makin pendek. Pada saat krisis terjadi,
rata-rata batas waktu pinjaman sektor swasta adalah 18 bulan, dan menjelang
Desember 1997 jumlah hutang yang harus dilunasi dalam tempo kurang dari satu
tahun adalah sebesar US$20,7 milyar (World Bank 1998).
2. Yang
kedua, dan terkait erat dengan masalah di atas, adalah banyaknya kelemahan
dalam sistem perbankan di Indonesia .
Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal
langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
Ketika liberalisasi sistem
perbankan diberlakukan pada pertengahan tahun 1980-an, mekanisme pengendalian
dan pengawasan dari pemerintah
tidak efektif dan tidak mampu mengikuti cepatnya pertumbuhan sektor perbankan.
Yang lebih parah, hampir tidak ada penegakan hukum terhadap bank-bank yang
melanggar ketentuan, khususnya dalam kasus peminjaman ke kelompok bisnisnya
sendiri, konsentrasi pinjaman pada pihak tertentu, dan pelanggaran kriteria
layak kredit. Pada waktu yang bersamaan banyak sekali bank yang sesunguhnya
tidak bermodal cukup (undercapitalized)atau
kekurangan modal, tetapi tetap dibiarkan beroperasi.Semua
ini berarti, ketika nilai rupiah mulai terdepresiasi, sistem perbankan tidak
mampu menempatkan dirinya sebagai “peredam kerusakan”, tetapi justru menjadi
korban langsung akibat neracanya yang tidak sehat.
3. Yang
ketiga, sejalan dengan makin tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu
tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula.
Hill (1999) menulis bahwa
banyaknya pihak yang memiliki vested interest dengan intrik-intrik politiknya
yang menyebar ke mana-mana telah menghambat atau menghalangi gerak pemerintah,
untuk mengambil tindakan tegas di tengah krisis. Jauh
sebelum krisis terjadi, investor asing dan pelaku bisnis yang bergerak di Indonesia
selalu mengeluhkan kurangnya transparansi, dan lemahnya perlindungan maupun
kepastian hukum. Persoalan ini sering dikaitkan dengan tingginya “biaya siluman”
yang harus dikeluarkan bila orang melakukan kegiatan bisnis di sini. Anehnya,
selama Indonesia menikmati
economic boom persepsi negatif tersebut tidak terlalu menghambat ekonomi
Indonesia .
Akan tetapi begitu krisis menghantam, maka segala kelemahan itu muncul menjadi
penghalang bagi pemerintah untuk mampu mengendalikan krisis. Masalah ini
pulalah yang mengurangi kemampuan kelembagaan pemerintah untuk bertindak cepat,
adil, dan efektif.Akhirnya semua itu berkembang menjadi “krisis
kepercayaan” yang ternyata menjadi penyebab paling utama dari segala masalah
ekonomi yang dihadapi pada waktu itu. Akibat krisis kepercayaan itu, modal yang
dibawa lari ke luar tidak kunjung kembali, apalagi modal baru.
4. Yang
keempat, perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis
ekonomi, dan pada gilirannya memberbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri.
Faktor ini
merupakan hal yang paling sulit diatasi. Kegagalan dalam mengembalikan
stabilitas sosial-politik
telah mempersulit kinerja ekonomi dalam mencapai momentum pemulihan secara mantap dan berkesinambungan.
telah mempersulit kinerja ekonomi dalam mencapai momentum pemulihan secara mantap dan berkesinambungan.
Meskipun persoalan perbankan dan hutang swasta menjadi penyebab dari krisis ekonomi, namun, kedua faktor yang disebut terakhir di atas adalah penyebab lambatnya pemulihan krisis di
DAMPAK DUNIA GLOBAL
Dampak
krisis ekonomi global telah membuat semua indeks pasar finansial dunia meradang
mengikuti Wall Street. Korelasi yang tinggi antara Wall Street melalui Dow
Jones atau S&P Indes dengan indeks global memang sangat signifikan dan
tinggi. Hal itu berlaku baik saat normal maupun krisis. Namun situasi
fluktuatif dengan volatilitas yang tinggi di BEI diharapkan hanya bersifat
temporari saja. Volatilitas indeks pasar finansial tersebut menggambarkan
ketidakpastian ekonomi AS dan Eropa yang menimbulkan respon cepat terkadang
kepanikan investor global. Namun seiring dengan waktu, limpahan likuiditas
pasar ditambah dana super besar dari QE3 akan mencari instrumen dan pasar yang
lebih prospektif. Salah satunya adalah Bursa Efek Indonesia
dan sebagian bursa di Asia lainnya.
Disebabkan
kurangnya pilihan investasi lain dan terbatasnya pilihan yang lebih propektif
maka Indoensia diyakini akan dibanjiri dana investasi kembali baik portofolio
maupun foreign direct investment (FDI). Arus dana akan terus membanjiri Indonesia
sepanjang pemulihan ekonomi AS dan Eropa masih belum menjanjikan investor.
Diprediksi capital inflow akan masuk hingga 2015. Pilihan
portofolio akan membuat IHSG kembali menguat bahkan berpotensi menciptakan
risiko penggelembungan nilai aset (bubble). Hal ini disebabkan
struktur pasar finansial kita yang kurang baik dan tidak sehat. Dana asing (capital
inflow) dikhawatirkan akan masuk hanya pada saham-saham atau aset (saham)
tertentu saja yang nilai pasarnya sudah jauh di atas nilai wajar
(fundamentalnya). Hal ini, salah satunya dipengaruhi oleh konsep market microstructure yang kurang optimal dan kualitas pengawasan
yang rendah dari Bapepam-LK.
Untuk
mengurangi bubble effect yang membuat efisiensi BEI turun
tersebut maka pemerintah maupun swasta diharapkan dapat memanfaatkan momentum
banjir dana tersebut dengan optimal, aman dan nyaman. Bagaimana caranya? Salah
satu cara terbaik pemerintah adalah segera menyiapkan 20-30 BUMN yang memiliki future growth opportunity tinggi untuk go public atau IPO, terutama sektor
infrastruktur, logistik, dan keuangan. Dengan menyiapkan IPO tersebut
diharapkan dana asing terserap secara efisien dan efektif untuk pengembangan
bisnis BUMN tersebut sekaligus mentransformasikan hot money menjadi warm money. Maka akan banyak
proyek-proyek pemerintah yang dapat dikerjakan untuk peningkatan pertumbuhan
ekonomi nasional. Namun sejauh ini upaya Kemeneg BUMN untuk IPO masih rendah
karena hanya 1-2 BUMN saja yang mampu melakukan IPO dalam waktu dekat.
Krisis
utang AS dan Eropa memang mengancam BEI, namun itu hanya dalam jangka pendek
saja. Diprediksi ancaman krisis tersebut hanya sekitar 6-9 bulan ke depan saja.
Namun dalam jangka menengah panjang, merupakan peluan besar bagi Indonesia
untuk menampung dana dari AS dan Eropa tersebut. Bukan hanya SUN tetapi juga
pasar modal. Sekarang semua tergantung kepada kesiapan pasar finansial kita
tentunya. Mungkin hanya beberapa swasta nasional dan BUMN yang siap
bersaing mendapatkan dana asing yang murah dan mudah tersebut.
Maka
dapat diprediksi dengan struktur pasar modal yang begitu rentan terhadap ekses
likuiditas eksternal ditopang kapasitas ekonomi nasional yang mudah overheating,maka akan memicu
berbagai masalah moneter baru. Sementara di tingkat regional Asia perekonomian China
yang selama 5 tahun terakhir tumbuh pesat juga berpotensi mengalami
penggelembungan nilai aset pasar finansialnya. Salah satu indikatornya adalah
meroketnya harga properti di China .
Sedangkan pada tingkat global, ketidakpastian masih begitu tinggi dengan
berbagai kejutan yang tidak diharapkan pasar. Ketidakpastian solusi krisis
utang Eropa semakin membuat outlook ekonomi global pada 2012 diprediksi
suram. Hal ini semua akan memberikan imbas risiko investasi yang sulit
diprediksi pada pasar finansial Indonesia .
Pemerintah dan BI harus terus waspada menggunakan protokol teknikal yang ada
serta anggaran yang memadai untuk meredam fluktuasi hingga 15% dalam periode 3
bulan.
Mengatasi Penyebab dan Dampak
Krisis Ekonomi Global masih menjadi berita hangat tanpa melewati 1
(satu) hari pun dalam bulan-bulan terakhir ini. Berbicara krisis ekonomi
adalah bukan berbicara tentang nasib 1 (satu) orang bahkan lebih dari itu semua
karena ini menyangkut nasib sebuah bangsa. Berbagai argument dan komentar pun
dilontarkan di berbagai media yang selalu memojokkan pemerintahan Yudhoyono dan
BI (Bank Indonesia )
Di salah satu media menyatakan bahwa Presiden Yudhoyono menyampaikan 10 langkah untuk menghadapi masalah tersebut. Empat di antaranya:
1. Meningkatkan penggunaan produksi dalam
negeri
2. Memanfaatkan peluang perdagangan
internasional
3. Menyatukan langkah strategis Pemerintah
dengan Bank Indonesia (BI)
4. Menghindari politik non partisan untuk
menghadapi krisis.
Dengan dimulainya proses pemulihan ekonomi dunia setelah
badai Krisis ekonomi global tahun 2008, Indonesia
mulai menjadi salah satu negera yang mendapatkan perhatian khusus dari dunia
internasional bahkan dipercaya menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi di Asia . Berbagai indikator ekonomi Indonesia baik
itu sektor riil maupun sektor moneter terus menunjukkan pemulihan yang lebih
cepat dibandingkan negara lainnya di dunia. Proses pemulihan ekonomi Indonesia
terlihat dari pulihnya kondisi sektor moneter indonesia yang tercermin pada
bursa saham Indonesia dan mata uang rupiah yang terus mengalami penguatan yang
signifikan, dimana pada penutupan perdagangan di akhir kuarter pertama 2011,
IHSG bercokol pada level 3678,67 setelah sempat menyentuh level tertingginya
dalam sejarah di bulan januari 2011 pada level 3789,47 sedangkan rupiah ditutup
pada level 8709 atau yang terkuat dalam 4 tahun terakhir.
Trend
penguatan IHSG dan rupiah pada dasarnya telah terjadi sejak awal tahun 2010
dimana posisi IHSG hingga akhir kuarter I/2011 tercatat telah mengalami
penguatan sebesar 45,15% sedangkan rupiah telah menguat 6,6% dibandingkan
dengan posisi awal tahun 2010. Penguatan IHSG dan Rupiah ini didorong oleh
derasnya dana asing yang masuk ke Indonesia
sebagai cermin dari positifnya pandangan investor terhadap perekonomian Indonesia .
Menurut investor, indonesia merupakan salah satu emerging market dengan outlook ekonomi terbaik di
dunia dan bila ditelisik ke belakang maka dapat disimpulkan bahwa hampir semua
institusi keuangan internasional di dunia sepakat mengatakan bahwa Indonesia
adalah salah satu tujuan investasi terbaik di dunia. Kondisi tersebut pada
akhirnya mendorong derasnya dana asing yang masuk ke indonesia sejak awal tahun 2010.
Positifnya pandangan institusi keuangan dunia terhadap
outlook Indonesia yang diyakini telah mendorong massif nya capital inflow ke Indonesia sejak awal tahun 2010
antara lain datang dari the Fitch ratings, Seperti diketahui pada Januari 2010
the Fitch Ratings meningkatkan rating Indonesia menjadi satu tingkat dibawah
level layak investasi(investment grade), hal yang sama juga
dilakukan oleh Standard
& Poor’s pada Maret 2010 yang menaikkan rating utang Indonesia menjadi BB, bahkan pada awal april 2011
rating Indonesia kembali dinaikkan menjadi BB+ atau setingkat dibawah level
investment grade. Seperti
tidak ingin kalah, pada Juni 2010, Moody’s Investors Service juga
menaikkan peringkat utang Indonesia dari outlook stabil menjadi positif dengan
rating Ba2, dan pada februari 2011 rating Indonesia kembali dinaikkan menjadi
Ba1 dengan outlook stabil.
Kondisi
sebaliknya justru terjadi pada negara besar Eropa, sebagai dampak dari krisis
hutang yunani, The fitch menurunkan rating hutang Spanyol menjadi AA+ dengan
outlook stabil yang merupakan penurunan pertama sejak tahun 2003. Investor
menghawatirkan hal serupa akan terjadi pada negara lainnya di Eropa, terutama
terhadap kelompok yang dikenal dengan PIGS (Portugal ,
Italy , Greece and Spain ). Perlu diketahui bahwa
kelompok Negara tersebut memiliki kondisi perekonomian yang mirip, dimana
rata-rata Negara tersebut memiliki rasio hutang terhadap PDB yang besar, serta
terperangkap oleh defisit anggaran yang tinggi dalam membiayai sector
publiknya.
Sebagaimana dikhawatirkan, pada akhirnya di bulan Maret
2011, Standard & Poor`s memangkas peringkat utang Portugal satu tingkat
lebih rendah ke BBB-, atau setingkat diatas level junk bond. Tidak hanya itu
S&P juga memangkas rating Yunani dua tingkat menjadi BB-. Kondisi tersebut
semakin meningkatkan kekhawatiran investor terhadap outlook ekonomi zona Eropa
sehingga memaksa investor untuk mencari pasar baru untuk berinvestasi di luar
zona Eropa yang masih diselimuti krisis, dan Indonesia menjadi salah satu pasar
yang direkomendasikan oleh ketiga pemeringkat rating dunia tersebut.
Setelah institusi pemeringkat rating internasional,
selanjutnya giliran IMF yang memberikan penilaian positif terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia .
Setelah BPS mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010
dilevel 6,1% atau 0,1% lebih tinggi dari prediksi IMF dibulan Juli 2010, Dana
Moneter Internasional atau International
Monetary Fund(IMF) kembali memuji ekonomi Indonesia. Lembaga multilateral
ini bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh cepat pada
tahun ini.
Dalam laporannya, IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan
ekonomi Asia untuk tahun 2011. Lebih lanjut
IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Asia akan dimotori oleh Indonesia bersama China
dan India .
IMF melihat bahwa besarnya pasar domestik ketiga Negara tersebut akan memicu
pertumbuhan ekonomi Asia terutama ditengah menurunnya permintaan pasar Eropa
dan Amerika terhadap produk-produk dari Asia .
Bahkan secara khusus, IMF dalam laporannya meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun
2011 akan mampu tumbuh diatas 6%. Selain karena faktor besarnya pasar domestik,
Pertumbuhan ekonomi Indonesia
juga didorong oleh industri yang berbasis natural
resources dengan karakter
permintaan yang cenderung stabil. Hal tersebut tercermin dari besarnya
sumbangan sektor non migas dan komoditas terhadap PDB Indonesia.
Sedangkan disisi lain, pada April 2011, IMF memangkas
proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika dan Jepang untuk tahun 2011. IMF memangkas
proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika lebih rendah dari proyeksi sebelumnya
sebagai dampak dari akan berakhirnya program quantitative
easing pemerintah AS, pada
saat yang bersamaan IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan Jepang tahun 2011
sebagai akibat dari semakin meluasnya dampak gempa dan tsunami jepang yang
terjadi pada bulan Maret 2011. Kondisi tersebut kembali mendorong investor global
untuk mencari alternatif tempat investasi di luar Amerika dan jepang, dan
terkait proyeksi tersebut IMF Sebagai salah satu institusi keuangan dunia
menunjuk Indonesia sebagai salah satu alternatif investasi terbaik untuk tahun
2011
Belum cukup hanya IMF, selanjutnya giliran World Economic Forum (WEF) yang memberikan pandangannya
terhadap Indonesia .
Berdasarkan laporan yang dirilis pada bulan Agustus 2010, WEF mencatatkan Indonesia
sebagai Negara dengan kenaikan Indeks daya saing paling impresif di dunia.
Dalam laporannya tersebut, indeks daya saing Indonesia tahun 2010 naik 10
tingkat ke posisi 44 dari 139 negara. Peningkatan tersebut didorong oleh
semakin membaiknya kondisi makro ekonomi Indonesia
serta meningkatnya indikator pendidikan Indonesia . Lebih lanjut, WEF
menyebutkan bahwa Indonesia
telah berhasil mempertahankan kondisi makro ekonominya tetap sehat selama masa
krisis 2008. Indonesia berhasil menjaga defisit anggarannya tetap terkontrol,
dimana diketahui hutang Indonesia tercatat sebesar 27% dari total GDP, Simpanan
pemerintah meningkat 33% dari total GDP, serta mulai terkontrolnya laju inflasi
year on year (Maret 2011 terhadap Maret 2010) sebesar 6,65%. Kondisi tersebut
mencerminkan resiko hutang Indonesia
yang relatif kecil.
Rendahnya default
risk serta masih tingginya coupon rate atas surat
hutang yang diterbitkan Indonesia
tersebut mendorong investor asing untuk berbondong-bondong membelinya. Lebih
lanjut, WEF juga menyebutkan Indonesia sebagai ekonomi terbesar di Asia
Tenggara dan terbesar ke 18 dunia dengan total GDP sebesar USD 539,4 milliar.
WEF percaya bahwa perekonomian Indonesia
akan memberikan sumbangan postif dan berperan sangat penting dalam proses upaya
pemulihan ekonomi dunia dimasa yang akan datang.
Setelah WEF, giliran UK Trade & Investment (UKTI) yang
memberikan pandangannya terhadap Ekonomi Indonesia . Perlu diketahui bahwa
UKTI merupakan acuan para investor di UK dan Eropa dalam menentukan pasar
tempat berinvestasi. Dalam laporan yang bertajuk “Great expectations: Doing business in Emerging
markets”yang dirilis pada awal september 2010, UKTI menyebutkan bahwa 523
perusahaan di Dunia telah memilih Indonesia
sebagai Negara tujuan investasi ke empat di dunia setelah China , Vietnam
dan India .
Dalam laporannya, UKTI mengidentifikasi Indonesia sebagai salah satu negara
dengan pertumbuhan GDP jangka panjang yang paling tinggi di dunia.
5
Negara Dengan Prediksi Pertumbuhan GDP Tertinggi Tahun 2010-2030 (Miliar USD)
Negara
|
2010
|
2030
|
Pertumbuhan
|
|
4108
|
28415,20
|
592%
|
|
10019,88
|
58998,31
|
489%
|
Mesir
|
500,09
|
2928,01
|
486%
|
|
1027,51
|
5633,86
|
448%
|
|
276,19
|
1506,94
|
446
|
Source:
Economist Intelligence Unit.
Lebih lanjut, UKTI mengatakan bahwa Indonesia bersama
kelompok negara yang tergabung dalam CIVETS (Colombia, Indonesia, Vietnam,
Mesir, Turki and Afrika Selatan) pada tahun 2030 diprediksi akan menyamai 20%
dari total GDP kelompok G7 sebagai cermin bahwa negara tersebut merupakan
kelompok emerging market terbaik di dunia.
Pada akhirnya, tidak dapat dipungkiri bahwa pandangan
dari beberapa institusi keuangan internasional seperti Standard n poor’s, The
fitch rating, Moody’s service, IMF, WEF, serta UKTI terkait Indonesia telah mengarahkan investor global
untuk memilih Indonesia
sebagai tujuan investasi sehingga mendorong massive nya capital
inflow.
Diluar pandangan tersebut, sebagai salah satu emerging market yang telah menjadi perhatian dunia, Indonesia terus
berusaha membuktikan bahwa ekonomi nya terus tumbuh dan seakan ingin
membuktikan bahwa pandangan dari berbagai institusi keuangan dunia tersebut
tidak salah. Hal ini terlihat dari terus meningkatnya berbagai data indikator
ekonomi yang dirilis pemerintah. Seperti diketahui pada bulan Februari 2011 BPS
merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang tumbuh 6,1% pada tahun 2010, atau tumbuh diatas prediksi IMF 6%. Setelah
itu positifnya laporan keuangan para emiten di bursa saham Indonesia untuk kinerja tahun 2010 yang
rata-rata mencatatkan pertumbuhan laba diatas 20% menunjukkan bahwa aktifitas
pada sektor riil Indonesia
juga terus tumbuh ditengah kekhawatiran melambatnya proses pemulihan ekonomi
dunia. Sedangkan yang terbaru adalah kabar, dimana BPS menyebutkan bahwa nilai
ekspor Indonesia selama tahun 2010 berhasil mencatatkan peningkatan sebesar
21,9% dibandingkan tahun 2009. Kenaikan ekspor yang signifikan tersebut
didorong oleh melonjaknya ekspor non migas Indonesia , terutama sektor
manufaktur, CPO, emas, karet dan batubara. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa
kinerja perusahaan indonesia
yang berorientasi ekspor selama tahun 2010 ini sangat menggembirakan sehingga
memberikan sentimen positif kepada kinerja ekspor indonesia sepanjang tahun 2010.
Namun demikian massifnya capital inflow ke pasar Indonesia
memunculkan pertanyaan tersendiri dibenak para analis ekonomi, dimana banyak
analis yang mempertanyakan komitmen dari dana asing tersebut untuk tetap
bertahan lama di Indonesia ,
atau dengan kata lain tidak sedikit yang mengatakan bahwa arus dana asing
tersebut merupakan uang panas (hot money) yang dapat menciptakan gelembung
ekonomi di sektor moneter Indonesia .
Dengan demikian untuk mempertahankan capital
inflow agar tidak serta
merta keluar, Indonesia
perlu meningkatkan beberapa sektor yang sampai saat ini masih menjadi kelemahan
mendasar dan dipercaya dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi kedepannya.
Sektor yang paling utama adalah masalah infrastruktur, dimana menurut data yang
dirilis oleh World Economic Forum (WEF) ada 3 sektor infrastruktur yang perlu
mendapat perhatian serius yaitu pelabuhan, jalan raya, serta suplai listrik.
WEF melihat bahwa ketiga infrastruktur indonesia tersebut masih tertinggal
dibandingkan dengan negara lainnya di Asia Tenggara. Disamping itu, WEF juga
menggaris bawahi mengenai implementasi tekhnologi dalam sektor industri Indonesia . Untuk
hal ini Indonesia
masih tergolong lambat dalam mengimplementasikan tekhnologi dalam upaya
efektifitas dan effisiensi dalam operasional produksi industri.
Diluar kelemahan tersebut terdapat tiga hal (key triger) yang dapat dijadikan alasan bagi
investor asing untuk tetap bertahan di Indonesia, tiga key triggeryang dipercaya
dapat menarik minat investor asing serta mampu menjadikan Indonesia sebagai
tujuan investasi dimasa yang akan datang adalah:
-
Besarnya Pasar Domestik Indonesia ,
dimana menurut IMF Indonesia adalah pasar terbesar ke empat dunia, setelah China , India , Amerika.
-
Murahnya upah tenaga kerja Indonesia
dibandingkan negara lainnya di Asia
- Sumber daya alam yang melimpah, dimana
beberapa sektor sumber daya alam tersebut adalah yang terbesar dan terbaik di
dunia. berikut beberapa Sumber daya alam kelas dunia yang menjadi kekuatan
ekonomi Indonesia .
Sumber Natural Resources Indonesia
Gas Alam
|
Cadangan gas alam 112 ton kubik
kaki (salah satu yang terbesar di dunia)
|
Batu bara
|
·
Produsen batubara terbesar ke 6 dunia
·
Eksportir batubara terbesar ke 2 dunia
|
Geothermal
|
Menguasai 40% dari cadangan
geothermal dunia
|
Kelapa Sawit
|
Eksportir kelapa sawit terbesar
dunia dengan produksi 19 juta ton pertahun
|
|
Produsen cocoa terbesar ke dua
dunia dengan produksi 770 ribu ton per tahun
|
Timah
|
Produsen Timah terbesar ke dua
dunia dengan produksi 65 ribu ton per tahun
|
Minyak bumi
|
Cadangan minyak bumi lebih dari 9
Miliar barrel (30 besar dunia)
|
Dengan adanya pembangunan di sektor
infrastruktur, meningkatnya implementasi Teknologi Informasi dalam industri
manufaktur serta adanya berbagai competitive
advantage yang dimiliki
Indonesia dipercaya akan menjadi senjata ampuh untuk dapat mendorong
pertumbuhanForeign Direct Investment di
Indonesia, memicu pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk beberapa tahun mendatang
serta mampu menjadikan Indonesia sebagai motor bagi proses pemulihan ekonomi
dunia.
DAFTAR PUSTAKA
:-)
BalasHapus